Gerakan Islam Radikal di Indonesia
Wawancara yang pernah
dilakukan HARIAN BANGSA dengan KH Imam Ghazali Said, MA, cendekiawan
muslim yang banyak mengamati gerakan Islam radikal penting untuk
dipublikasikan lagi. Karena saat ini Nahdlatul Ulama sebagai organisasi,
mendapat serangan bertubi-tubi dari kelompok Islam radikal, baik yang berpaham wahabi maupun yang berkasi secara transnasional.
Pengasuh pesantren mahasiswa An-Nur Wonocolo ini memang sangat paham
soal berbagai gerakan Islam, terutama yang berasal dari Timur Tengah. Ia
selain banyak menulis dan mengoleksi leteratur Islam aliran keras juga
bertahun-tahun studi di Timur Tengah. Ia mendapat gelar S-1- di
Universitas Al-Azhar Mesir, sedang S-2 di Hartoum International
Institute Sudan. Kemudian ia melanjutkan ke S-3 di Kairo University
Mesir. Kini intelektual muslim ini aktif sebagai Rois Syuriah PCNU
Surabaya dan dosen IAIN Sunan Ampel Surabaya.
Bisa Anda jelaskan bagaimana sejarah gerakan Islam aliran keras yang
belakangan menjadi perhatian para kiai NU?
Sebenarnya kelompok besarnya itu Ikhwanul Muslimin yang pusatnya di
Ismailiah, Mesir. Organisasi ini berdiri pada 1928, dua tahun setelah NU
berdiri, NU kan berdiri 1926. Pendiri Ikhwanul Muslimin Syaikh Hasan
Al-Banna. Menurut saya, pemikiran Syaikh Hasan Al-Banna ini moderat. Dia
berusaha mengakomodasi kelompok salafy yang wahabi, merangkul kelompok
tradisional yang mungkin perilaku keagamaannya sama dengan NU dan juga
merangkul kelompok pembaharu yang dipengaruhi oleh Muhammad Abduh.
Syaikh Al-Banna menyatakan bahwa Ikhwanul Muslimin itu harkah islamiyah,
sunniyah, salafiyah, jadi diakomodasi semua, sehingga ikhwanul muslimin
menjadi besar. Dalam Ikhwanul Muslimin ada lembaga bernama Tandhimul
Jihad. Yaitu institusi jihad dalam struktur Ikhwanul Muslimin yang
sangat rahasia. Kader yang berada dalam Tandhimul Jihad ini dilatih
militer betul, doktrinnya pakai kesetiaan seperti tarikat kepada
mursyid. Ini dibawah komando langsung Ikhwanul Muslimin. Para militer
atau milisi ini menarik kelompok-kelompok sekuler yang ingin belajar
tentang disiplin militer. Nasser (Gammal Nasser, red) dan Sadat (Anwar
Sadat, red) juga belajar pada Tandhimul Jihad ini.
Apa Nasser dan Sadat yang kemudian jadi presiden Mesir itu bagian dari Ikhwanul Muslimin?
Mereka bagian dari militernya, bukan dari ideologi Ikhwanul Muslimin.
Jadi mereka belajar aspek militernya. Ketika pada 1948 Israel
mempermaklumkan sebagai negara maka terjadi perang. Nah, Tandhimul Jihad
ini ikut perang, dan kelompok ini yang punya prakarsa-prakarsa. Waktu
itu Mesir kan masih dibawah kerajaan Raja Faruk dan sistemnya masih
perdana menteri, Nugrasi. Tapi akhirnya Arab kalah dan Israel berdiri.
Kemudian Tandhimul Jihad balik lagi ke Mesir. Nah, dalam kelompok ini
ada Taqiuddin Nabhani yang kemudian mendirikan Hizbut Tahrir. Jadi
Taqiuddin itu awalnya bagian dari Ikhwanul Muslimin.
Namun
antara Hasan Al-Banna dan Taqiuddin ini kemudian terjadi perbedaan.
Hasan Al-Banna berprinsip kita terus melakukan perjuangan dan
memperbaiki sumber daya manusia. Sedang Taqiuddin bersikukuh agar terus
melakukan perjuangan bersenjata, militer. Taqiuddin berpendapat
kekalahan Arab atau Islam karena dijajah oleh sistem politik demokrasi
dan nasionalisme. Sedang Hasan Al-Banna berpendapat sebaliknya. Menurut
dia, tidak masalah umat Islam menerima sistem demokrasi dan
nasionalisme, yang penting kehidupan syariat Islam berjalan dalam suatu
negara.
Pada 1949 Hasan Al-Banna meninggal karena ditembak agen
pemerintah dan dianggap syahid. Sedang Taqiuddin terus berkampanye di
kelompoknya di Syria, Libanon dan Yordania. Kemudian Tandhimul Jihad
diambil alih Sayid Qutub, ideolognya Ikhwanul Muslimin. Ia dikenal
sebagai sastrawan dan penulis produktif, termasuk tafsir yang banyak
dibaca oleh kita di Indonesia. Nah, Sayid Qutub ini mendatangi Taqiuddin
agar secara ideologi tetap di Ikhwanul Muslimin. Tapi Taqiuddin tidak
mau karena ia beranggapan bahwa Ikhwanul Muslimin sudah masuk lingkaran
jahiliyah. Ya, itu menurut Taqiuddin hanya gara-gara Ikhwanul Muslimin
menerima nasionalisme. Akhirnya Taqiuddin mendirikan Hizbut Tahrir.
Artinya, partai pembebasan. Maksudnya, pembebasan kaum muslimin dari
cengkraman Barat dan dalam jangka dekat membebaskan Palestina dari
Israel. Itu pada mulanya. Ia mengonsep ideologi khilafah Islamiyah.
Lantas?
Nah, karena ia berideologi khilafah Islamiyah, sementara di negaranya
sendiri telah berdiri negara nasional, maka akhirnya berbeda dengan
masyarakatnya. Di Lebanon, sudah berdiri negara nasionalis yang multi
karena rakyatnya terdiri dari banyak agama, undang-undangnya sesuai
jumlah penduduknya, misalnya, presidennya, harus orang Kristen Maronit,
Perdana Menterinya harus orang Islam Sunni, ketua parlemennya harus
orang Islam Syiah. Di Syiria juga telah menjadi negara sosialis, begitu
juga Yordania telah berdiri sebagai negara sesuai kondisi masyarakatnya.
Akhirnya Hizbut Tahrir itu menjadi organisasi terlarang (OT) di negara
asal berdirinya. Karena ia menganggap nasionalisme itu sebagai jahiliah
modern. Namun meski menjadi organisasi terlarang Hizbut Tahrir tetap
bekerja dan menyusup ke tentara, ke berbagai organisasi profesi dan
masuk juga ke parlemen.
Hizbut Tahrir masuk ke partai politik
dengan menyembunyikan identitasnya. Dari situlah kemudian terjadi
upaya-upaya untuk melakukan kudeta terhadap pemerintah yang sah pada
jaman Raja Husen. Sehingga sebagian anggota Hizbut Tahrir diajukan ke
pengadilan dan dihukum mati. Sampai sekarang Hizbut Tahrir masih jadi
organisasi terlarang di Yordania.
Bagaimana sejarahnya sampai ke Indonesia?
Mereka mengembangkan ke sini melalui mahasiswa yang belajar di Mesir.
Pola ikhwan dikembangkan, pola Salafy dan pola Hizbut Tahrir
dikembangkan. Tapi antara Ikhwan, Salafy dan Hizbut Tahrir secara
ideologi bertemu, ada kesamaan. Mereka sama-sama ingin menerapkan
formalisasi syariat Islam. Hanya
bedanya, kalau Salafy cenderung ke
peribadatan, atau dalam bahasa lain mengislamkan orang Islam, karena
dianggap belum Islam. Dan target utamanya NU karena dianggap sarangnya
bid’ah.ha.ha.ha.. Bisa saja kelompok Salafy, Hizbut Tahrir dan Ikwanul
Muslimin membantah, tapi saya tahu karena saya
telah berkumpul dengan mereka.
Kalau Ikhwanul Muslimin?
Sama. Kelompok Ikhwanul Muslimin, menjadikan NU sebagai target. Mereka
bergerak lewat mahasiswanya yang dinamakan usrah (keluarga). Usrah ini
minimal 7 orang, dan maksimal 10 orang. Ini ada amirnya dan amir inilah
yang bertanggungjawab terhadap kelompok. Bagaimana mengatasi kebutuhan
kehidupan sehari-hari terpenuhi, misalnya kalau ada anggota yang
kesulitan bayar SPP.
Jadi mereka tak hanya bergerak di bidang
politik, tapi juga bidang-bidang lain. Nah, kelompok inilah yang
kemudian menamakan diri sebagai Tarbiyah yang bermarkas di kampus-kampus
seperti Unesa dan sebagainya. Kelompok Tarbiyah inilah yang menjadi
cikal bakal PKS (Partai Keadilan Sejahtera). Mereka umumnya alumni
Mesir, Syiria atau Saudi. Kelompok ini masih agak moderat karena masih
mau menerima negara nasional. Tapi substansi perjuangan formalisasi
syariat sama dengan Hizbut Tahrir atau Salafy.
Kalau dalam ideologi khilafah Islamiyah?
Hizbut Tahrir katemu dengan Salafy dan Ikhwanul Muslimin dalam soal
formalisasi syariat. Tapi dari segi sistem khilafahnya tidak ketemu.
Sebab khilafah Islamiyah itu dianggap utopia. Misalnya bagaimana
denganya sistem Syuronya, apakah meniru sistem Turki Utsmani yang
diktator atau Umayah, itu masih problem. Tapi bagi Hizbut Tahrir yang
penting khilafah Islamiyah.
Apa saja program Hizbut Tahrir?
Mereka sampai kini punya konstitusi yang terdiri dari 187 pasal. Dalam
konstitusi ini ada program-program jangka pendek. Yaitu dalam jangka 13
tahun, menurut Taqiuddin, sejak berdiri 1953, Negara Arab itu sudah
harus jadi sistem Islam dan sudah ada khalifah. Taqiuddin juga menarget,
setelah 30 tahun dunia Islam sudah harus punya khalifah. Tapi kalau
kita hitung sejak tahun 1953 sampai sekarang kan tidak
teralisir.he..he..he.. Jadi utopia, tapi mereka masih semangat.
Bagaimana sejarah Hizbut Tahrir ke Indoneisia?
Itu melalui orang Libanon. Namanya Abdurrahman Al-Baghdadi. Ia bermukim
di Jakarta pada tahun 80-an. Kemudian juga dibawa Mustofa bin Abdullah
bin Nuh. Inilah yang mendidik tokoh-tokoh HTI di Indonesia seperti
Ismail Yusanto, tokoh-tokoh Hizbut Tahrir sekarang. Tapi sebenarnya
diantara mereka ada friksi. Karena tokoh-tokoh HTI yang sekarang merasa
dilangkahi oleh Ismail Yusanto ini.
Bagaimana gerakan mereka di Indonesia?
Ini anehnya. Di Indonesia mereka terus terang menganggap Pancasila
jahiliah. Nasionalisme bagi mereka jahiliah. Tapi reformasi kan memberi
angin kepada kelompok-kelompok ini sehingga dibiarkan saja. Dan tidak
ada dialog. Akhirnya mereka memanfaatkan institusi (seolah-olah)
“mendukung” pemerintah untuk mempengaruhi MUI (Majelis Ulama Indonesia).
Tapi mereka taqiah (menyembunyikan agenda perjuangan aslinya), sebab
mereka menganggap Indonesia itu sebenarnya jahiliah. Taqiah itu ideologi
Syiah tapi dipakai oleh mereka.
Lalu bagaima cara Hizbut Tahrir merealisasikan kepentingan politiknya?
Meski bernama partai, Hibut Tahrir, tak bisa ikut pemilu. Hizbut Tahrir
membentuk beberapa tahapan dalam menuju pembentukan khilafah Islamiah.
Pertama, taqwin asyakhsyiah islamiah, membentuk kepribadian Islam.
Mereka pakai sistem wilayah, karena gerakan mereka internasional. Jadi
untuk Indonesia wilayah Indonesia. Tapi sekarang pusatnya tak jelas,
karena di negaranya sendiri sangat rahasia. Mereka dikejar-kejar karena
Hizbut Tahrir ini organisasi terlarang. Tapi mereka sudah ada di London,
Austria, di Jerman dan sebagainya.
Siapa tokoh internasionalnya itu?
Nah itu rahasia. Tapi di sini mereka terbuka karena Indonesia memberi
peluang. Ada Ismail Yusanto dan sebagainya, jadi bisa muncul di media
massa. Nah, dari taqwin syahsyiah islamiah ini bagaimana bisa mengubah
ideologi nasionalis menjadi internasionalis Islam. Mereka agresif, jadi
terus menyerang. Karena itu orang-orang NU didatangi, termasuk
kiai-kiainya didatangi oleh mereka.
Kedua, attau’iyah, penyadaran.
Ketiga, at-ta’amul ma’al ummah, interaksi dengan masyarakat secara
keseluruhan. Mereka membantu kepentingan-kepentingan. Saya dengar di
Surabaya, di Unair dan ITS saja, dalam urunan mereka bisa menghasilkan
uang Rp 30 juta tiap bulan.
Keempat, harkatut tatsqif, gerakan
intelektualisasi. Ini diajari bagaimana menganalisa hubungan
internasional, mempelajari kejelekan-kejelekan ideologi kapitalisme.
Pokoknya yang ideologi modern itu mereka serang semua. Mereka
melontarkan Islam sebagai solusi atau alternatif.
Ini beda
dengan Ikhwanul Muslimin dan Tarbiah Islamiah yang kemudian menjelma
sebagai PKS. Sebab Ikhwanul Muslimin agak fleksibel. Kasus di Syria, di
bawah Mustofa as-Syiba’i, ketika ideologi pemerintahannya sosialisme,
mereka ikut sosialis. Ia mencari landasan hukum bahwa sosialisme itu
benar menurut Islam. Maka Mustofa as-Syiba’i menulis buku Istiroqiyah
Islamiah, jadi sosialisme Islam.
Tapi Hizbut Tahrir di Indonesia kan pendukung PKS?
Kalau dukungan iya, tapi secara formal mereka tidak. Ya, mungkin ada kesamaan dalam perjuangan yang terbatas.
Lalu tahapan apalagi?
Yang terakhir, at-taqwin daulah islamiah, membentuk Negara Islam.
Sarananya apa? Biwasailil jihad, dengan sarana jihad. Jadi bagi negara
nasional, gerakan mereka, menurut saya, bahaya. Karena gerakan
selanjutnya adalah istilamul hukmi, merebut kekuasaan. Meskipun utopia
tapi kalau mereka pakai cara-cara kekerasan, kan berat. Karena mereka
didoktrin dan pengikutnya muda-muda semua. Misalnya, mahasiswa semester 2
atau 3. Bahkan santri saya datang ke saya, ia bilang diajak Hizbut
Tahrir. Saya persilakan. Tapi saya sendiri pernah diprotes oleh Hizbut
Tahrir.
Kenapa?
Saya kan pernah bilang, bahwa pendapat
ijtihadi Hizbut Tahrir ada yang kontroversial. Misalnya pendapat
fiqhnya menyatakan bahwa anggota Hizbut Tahrir itu sebenarnya boleh
non-muslim. Ini kan kontroversi. Kemudian, menurut Hizbut Tahrir,
perempuan boleh jadi anggota parlemen. Kalau di Arab ini kontroversi.
Lalu juga – menurut Hizbut Tahrir – boleh melihat film porno. Kemudian,
ini yang menarik, menurut Hizbut Tahrir, boleh mencium perempuan bukan
muhrim, baik syahwat maupun tidak syahwat. Begitu juga salaman dengan
perempuan, boleh.Tapi mereka (aktivis Hizbut Tahrir) membantah.
Waktu di NU Centre, mereka membantah karena saya menyatakan menurut
paham Hizbut Tahrir boleh salaman dengan perempuan bukan muhrim. Mereka
tanya, masak Hizbut Tahrir membolehkan ciuman dengan cewek bukan muhrim.
Padahal setelah saya lihat dalam buku mereka ini (Imam Ghazali Said
menunjukkan buku) memang boleh. Berikutnya, perempuan boleh berpakaian
celana yang untuk kawasan Timur Tengah dianggap kontroversi. Juga boleh
orang kafir menjadi panglima di Negara Islam, bahkan jadi khalifah
sekalipun, asal dia taat pada undang-undang Islam. Kemudian juga boleh
umat Islam membayar jizyah (pajak) kepada Negara kafir dalam kondisi
umat Islam belum kuat.
Respon mereka?
Lha, ini nggak
benar, kata mereka. Kata mereka, yang bicara begini ini harus Hizbut
Tahrir. Lalu saya bilang, saya kan punya data autentik. Ini tulisan
syaikh Anda sendiri, Taqiuddin Nabhani (pendiri Hizbut Tahrir). Daulah
Islamiyah. Saya sebagai guru kan tak boleh bohong. Sekarang mahasiswa
tak bisa dibohongi. Mereka bisa akses informasi kemana-mana sehingga
kita tak bisa nutup-nutupi. Katanya mereka (aktivis Hizbut Tahrir) mau
kesini, mau lihat buku ini. Saya bilang boleh, tapi cukup difoto kopi.
Kalau buku ini dibawa jangan, nanti hilang.
Apa kira-kira dasar Hizbut Tahrir membolehkan cium cewek segala itu?
Di sini tak dijelaskan alasannya. Tapi perkiraan saya agar orang Islam
dapat dukungan dalam mendirikan khilafah, maka tak boleh terlalu ketat.
Tapi menurut saya sampai sekarang belum ada tanda-tanda mereka akan bisa
mendirikan khilafah. Karena kalau terlalu ketat mereka tak bisa
mendapat dukungan internasional. Padahal mereka orientasinya
internasional. Karena itu kampanye mereka sekarang tidak boleh
mengkafirkan sesama muslim. Padahal ideologinya mereka kafirkan.
Nasionalisme mereka kafirkan.
Bagaimana pandangan mereka soal fiqh?
Ada pemikiran begini. Apakah negara yang pakai sistem jahiliah itu
perlu fiqh. Padahal fiqh itu adalah hukum Islam yang harus dilaksanakan
dalam pemerintahan yang Islam. Ini terjadi perdebatan antara Sayid Qutub
dan Wahba Suhairi. Dr Wahba ini orang Syria yang kitabnya jadi kutub
muktabarah di NU.
Dalam ICIS tempo hari Wahba ini datang. Sayid
Qutub ini asalnya kan seorang hakim. Tapi, ketika dia masih jadi hakim
ia masih menganggap penting sistem khlafah.
Menurut Sayid Qutub dan
Taqiuddin Nabhani, fiqh tidak perlu dipelajari atau dipraktikkan
sepanjang suatu negara belum melaksanakan sistem Islam. Sedang Wahba
Suhairi menganggap bahwa fiqh adalah suatu keniscayaan. Ini jadi
polemik. Menurut Wahba, orang Islam harus belajar fiqh, baik negaranya
Islam maupun tidak Islam. Jadi menurut Wahba tidak hanya sistem
pemerintahan saja, tapi bagaimana orang nikah, orang salat, muamalah,
semua itu kan fiqh yang ngatur. Tapi menurut Sayid Qutub dan Taqiuddin
Nabhani tidak perlu itu. Yang penting bagaimana memperjuangkan
menegakkan pemerintahan Islam, baru setelah itu fiqh. Karena itu meski
buku-buku atau tulisan Sayid Qutub banyak tapi tak ada fiqhnya. Semua
buku-buku dia bernuansa politik. Misalnya pertarungan Islam dan
kapitalisme dan sebagainya.
Dari penjelasan Anda ini tampak bahwa aktivis HTI sendiri kemungkinan banyak
yang belum paham tentang pemikiran Taqiuddin Nabhani sebagai pendirinya?
Begini. Mereka itu ada jubirnya, jadi informasi dan pemikiran yang keluar diatur. Jadi referensi mereka tidak terbuka.
Berarti ada beberapa pemikiran yang disembunyikan bagi pengikutnya?
Ya, padahal kondisi sekarang kan sudah tidak bisa model begitu. Seperti
saya kan tidak bisa mengelabuhi mahasiswa saya. Karena mahasiswa saya
bisa mengakses literatur primer. Kecuali anggotanya bodoh-bodoh. Kan
kasihan kalau anggotanya bodoh-bodoh. Karena itu ketika saya
menyampaikan informasi yang benar dari sumber primer lalu dikira keliru
oleh mereka. Ya, ndak bisa, wong saya punya sumber primer. Mereka
katanya mau melihat sumber primer ini.
Maksudnya sengaja disembunyikan?
Bisa saja dianggap aib dan kalau itu dimunculkan pasarnya bisa tidak
laku. Karena itu disembunyikan. Tapi pada era sekarang mana bisa
disembunyikan. Lha,wong, di tiga negara, di Libanon, Syria dan Yordan,
Hizbut Tahrir itu jadi organisasi terlarang. Di Mesir juga jadi
organisasi terlarang karena mau menggulingkan pemerintahan yang sah.
Jadi mereka gampang terseret pada aksi kekerasan. Karana itu anak-anak
muda NU jangan mudah terprovokasi ikut mereka.
Tapi dalam hal-hal tertentu kan ada juga beberapa kesamaan dengan NU?
Ya, mungkin ada kesamaan. Qur’annya satu, Nabinya satu (Muhammad),
karena itu kita tak bisa saling menyesatkan sebab masing-masing punya
pandangan keagamaan yang berbeda. Jadi ada hal yang sama dan ada hal
yang beda. Artinya, bidang-bidang yang dikerjakan NU ya serahkan kepada
NU, sedang bidang-bidang bagian mereka ya serahkan mereka. Ini tidak
akan berbenturan. Jadi jangan mencaplok. Sudahlah yang bagian khilafah
sampean (Hizbut Tahrir), carilah pengikut tapi jangan di NU. Mestinya
orang-orang kafir diupayakan jadi basis pendukung, misalnya.
Kalau kelompok Salafy?
Mereka bergerak dalam bidang pendidikan. Misalnya LPBA (Lembaga
Pendidikan Bahasa Arab) yang sekarang menjadi Lembaga Ilmu Keislaman
cabang dari Jamiatul Imam Riyadh. Ini dibiayai dari sana sangat besar.
Sebenarnya orang-orang seperti Ulil (Ulil Abshar Abdalla, red), Imdad
dan sebagainya alumni LPBA ini. Lah, mereka ketemu dengan Rofik Munawar
yang dulu ketua PKS Jawa Timur. Anis Matta (sekjen PKS) itu juga teman
Ulil di LPBA. Mereka dulu alumni situ. Hanya saja ada yang kemudian
terbawa dan larut dalam salafy seperti Anis Mattta, tapi ada yang nggak,
ya kayak Ulil itu. Kalau Anis Matta terbawa Salafy tapi pola politiknya
ikut Ikhwanul Muslimin.
Kelompok Salafy ini sangat puritan. Jadi
tahlilan, dibaan, ziarah kubur, mereka sangat tidak mau. Mereka
menganggap itu syirik. Nah, disinilah, dalam bidang peribadatan itu,
kelompok PKS ketemu dengan Salafy.
Sedang orang-orang seperti
Ulil, Imdad dan anak-anak pesantren yang sekolah di LPBA melakukan
pemberontakan. Mereka menganggap (paham Salafy) itu tak cocok dengan
budaya saya (Ulil cs) yang NU. Akhirnya mereka melanjutkan ke ilmu-ilmu
filsafat, sosial dan sebagainya, termasuk belajar ke Magnez Suseno di
Driyarkara. Kemudian berkomunikasi dengan Nurcholis Madjid, ketika
Nurcholis masih ada (hidup). Nah, dalam diri Ulil cs ini kemudian
terbentuklah suatu sosok yang berasal dari pola radikal (Salafy), ketemu
dengan ilmu-ilmu sosial, ketemu dengan Nurcholis Madjid, ketemu dengan
Gus Dur dan sebagainya. Jadi mereka ini meramu dari berbagai unsur itu
sehingga jadilah orang seperti Ulil, Hamid Basyaib, Luthfi Syaukani,
Muqsith dan sebagainya.
Apa ada kesamaan dalam soal simbol-simbol pakaian di antara mereka?
Ya, memang ada kesamaan, baik kelompok Hizbut Tahrir, Tarbiah (PKS)
maupun Salafy. Misalnya pakai celana cingkrang, berjenggot dan
sebagainya. Tapi semua kelompok ini sama menyerang NU.
O, ya bagaima sebenarnya sebenarnya soal pakaian itu menurut Islam?
Menurut mereka, Nabi itu jenggotan. Abdul Aziz, tokoh Salafy, itu
menulis tentang membiarkan jenggot. Menurut dia, kalau orang mencukur
jenggot dianggap tabi’ul hawa, mengikuti hawa nafsu. Jadi menurut mereka
memahami sunnah Rasul itu apa saja diikuti, termasuk cara berpakaian.
Tapi kalau NU kan tidak begitu cara memahami sunnah Rasul. Paling tidak,
NU terdidik memahami sunnah Rasul itu dalam arti substantif, misalnya
soal peribadatan. Tapi kalau soal pakaian kalangan NU yang terdidik
menganggap
itu sebagai budaya. Misalnya soal sorban. Nabi memang bersorban tapi harus diingat Abu Jahal dulu juga sorbanan.
Begitu juga soal jenggot. Kalangan NU terdidik menganggap itu sebagai
budaya. Karena Abu Jahal pun juga jenggotan. Masak orang nggak punya
jenggot disuruh memelihara jenggot. Ada orang yang jenggotnya hanya tiga
helai atau tiga lembar itu disuruh pelihara..kan lucu.ha.ha.ha.
Kalau soal celana mereka yang cingkrang?
Kan ada dalam hadits Nabi bahwa kalau pakaian orang itu nglembreh ke
kakinya dianggap huyala, sombong. Padahal dulu pakaian Abu Bakar juga
ngelembreh, panjang ke bawah tapi tidak dianggap sombong. Waktu itu Abu
Bakar tanya, apakah saya ini juga dianggap sombong karena pakaian saya
ngelembreh. Lalu dijawab, o, tidak, karena Abu Bakar memang tidak
sombong, meski pakaiannya nglembreh. Karena tubuh Abu Bakar kurus, jadi
sudah wajar kalau pakaiannya dipanjangkan sampai nglembreh.
Karena itu menurut kalangan NU, pakaian itu dianggap sebagai budaya.
Masak orang pakai kopyah hitam dianggap bid’ah hanya karena Nabi tak
pernah pakai kopyah hitam. Kan waktu itu belum ada perusahaan kopyah
Gresik ha.ha.. Nah, disini lalu semua menyerang NU. Jadi mereka semua,
Hizbut Tahrir, Tarbiyah dan Salafy itu sama menyerang NU. Menurut
mereka, yang dimaksud ahlussunnah itu adalah versi Ibnu Taymiah, bukan
paham versi Asy’ari. Dalam buku-buku mereka paham Asy’ari itu dianggap
sesat. Padahal NU kan menganut paham Asy’ari.
Ada yang
berpendapat, kalau niat mereka untuk dakwah, kenapa mereka kok tidak
merekrut komunitas lain yang belum beragama, misalnya. Kalau jamaah NU
kan hasil jerih payah para wali songo dan ulama kultural, kenapa mereka
tidak cari kreasi sendiri agar tidak menimbulkan konflik sesama umat
Islam?
Ya, karena mereka mau mengislamkan orang Islam. Jadi kita yang sudah Islam ini harus diislamkan lagi.ha.ha..
Jadi iman umat Islam masih perlu diadili. Berarti mereka merasa paling Islam?
O, ya, mereka memang merasa paling Islam. Karena itu harus kita pahami
itu. Kalau sikap saya tetap harus moderat. Sepanjang mereka tidak
menyerang kita ya kita nggak apa-apa. Tapi mereka menyerang kita, ya
kita harus melawan. Karena itu di beberapa tempat seperti di NTT,
Jember, kita lawan karena mereka sudah menyerang kita. Di Purwokerto
misalnya orang NU dianggap sesat. Saya kan kesana, orang NU di sana
dianggap dlalal finnar, masuk neraka.ha..ha.. ya kelompok Salafy itu.
Jadi yang menyerang NU dalam peribadatan itu kelompok Salafy, sedang
yang menyerang NU dari segi politik kelompok Hizbut Tahrir dan Tarbiyah
(PKS). Jadi orang NU itu harus sadar, bahwa sekarang mereka diserang
dari berbagai arah.
Jadi secara paradigmatik maupun aksi memang beda sekali dengan NU?
Sejak Gus Dur mimpin NU kan membuka cakrawala baru di kalangan
anak-anak muda NU. Gus Dur mengevaluasi bahwa formalisasi syariat
ternyata selalu gagal, karena itu Gus Dur membuka wacana baru Islam
sebagai etika soial. Dan ini kemudian menjadi gaung NU sampai sekarang,
walau belakangan NU diutik dengan formalisasi syariat. Tapi Pak Hasyim
Muzadi dalam berbagai wawancara menyatakan tidak memperjuangkan Islam
seperti teksnya tapi yang diperjuangkan adalah ruhnya. Bisa saja KUHP
seperti sekarang tapi ruh Islam ada di situ. Nah, dalam hal ini pengaruh
Gus Dur sangat besar.
Tapi di struktural NU sekarang kan
dilakukan pembersihan terhadap kelompok-kelompok Gus Dur. Di Lakpesdam,
Imdad (M Imaduddin Rahmat, red) bilang kepada saya bahwa dia hanya
ditaruh sebagai pemimpin redaksi Tashwirul Afkar. Tapi di struktur
Lakpesdam ia sudah tak masuk. Tapi untuk membersihkan orang-orang Gus
Dur secara total tidak bisa. Karena pengurus NU yang pandai-pandai
adalah “didikan” Gus Dur. Paling tidak, secara visi keagamaan sama
karena sebelumnya pernah lama berinteraksi dengan Gus Dur. Misalnya
Endang Turmudzi, Sekjen PBNU. Dia kan orang LIPI. Kemudian Nazaruddin
Umar, Katib Aam Syuriah. Nah, ketika berhubungan dengan dunia
internasional, kelompok-kelompok “didikan” Gus Dur inilah yang bisa
berkomunikasi. Jadi meski mereka ini dibenci tapi tetap dibutuhkan.
Misalnya ada Masdar dan sebagainya. Dan mereka inilah yang mengerti
persoalan yang dihadapi NU ke depan dalam menghadapi kelompok-kelompok
Islam radikal itu.
Bisa dijelaskan soal NU dalam kontek negara nasional?
NU fiqh mainded. Fiqh siyasi (politik) di NU kurang berkembang. Fiqh
yang dikembangkan NU adalah fiqh dalam kontek negara nasional. Ketika
Kiai Hasyim Asy’ari (pendiri NU, red) mengeluarkan fatwa resolusi jihad
Negara Indonesia dalam kondisi bukan negara agama. Karena saat itu
kalimat menjalankan syariat Islam sudah dihapus kemudian Belanda datang
lagi akhirnya Kiai Hasyim Asy’ari mengeluarkan fatwa jihad. Jadi Negara
yang dipertahankan waktu itu negara “sekuler” kan. Jadi NU tak bisa
lepas dari negara nasionalis atau sebagai nasionalis. Nah, fatwa jihad
Kiai Hasyim itu merupakan fatwa pertama di dunia Islam yang
mempertahankan negara nasionalis. Belum ada ketika itu ulama yang
berfatwa kewajiban jihad untuk mempertahankan Negara nasionalis. Jadi
Kiai Hasyim Asy’ari itu pelopor pertama.
Apa kira-kira dasar pemikirannya?
Mungkin bagi Kiai Hasyim yang terpenting Indonesia merdeka dulu.
Apalagi bangsa Indonesia mayoritas umat Islam. Ini yang harus
diutamakan. Jadi Kiai Hasyim membuat fatwa untuk mengusir penjajah dan
mempertahankan negara nasional. Nah, ini bagi wacana pemikiran
internasional seperti orang-orang yang menginginkan sistem kahalifah
kontroversi. Perjuangan NU berikutnya, dalam sejarahnya, seluruhnya
selalu terkait dengan negara. Soekarno, misalnya, diberi gelar waliyul
amri dlaruri bissyaukah
Jadi pemerintah darurat yang mempunyai
kekuatan. Ini asalnya kan diberi oleh konfrensi ulama di Cipanas 1954.
Kemudian pada 1956 oleh NU dianggap sah. Ini artinya apa? Karena
dikaitkan dengan fiqh? Sebab perempuan yang tidak punya wali dalam
pernikahan walinya harus Sulthon. Padahal hadits as-sultonu waliyu man
laa waliya lah. Sulthon itu adalah wali bagi orang yang tak punya wali.
Kalau Sulthon ini tidak diberi legitimasi sesuai syariat kan tidak sah
Sulthon ini. Jadi ini terkait dengan fiqh maka negara walau sekuler
harus diakui sah menurut syariah. Nah, cara berpikir ini saya kira
cerdas. Kalau nggak gimana. Sulthon itu siapa, padahal kalau orang kawin
harus mencatatkan diri ke situ. Nah, itulah NU. Tapi ini kemudian
disalahpahami oleh kelompok Islam modernis. Dikira NU itu oportunis pada
negara karena memberi legitimasi. Padahal sebenarnya ini terkait dengan
fiqh.
Faktor lain?
Faktor kedua memang pada tahun
50-an itu Kartosuwirjo sedang mengadakan pemberontakan. Nah, pemberian
gelar waliyul amri dlaruri bissyaukah itu sebagai legitimasi pada
Soekarno agar bisa mengatasi gerakan pemberontakan itu. Tapi inti NU itu
sebenarnya pada fiqh urusan perkawinan tadi itu, bukan pada fiqh
siyasahnya (politik). Selanjutnya perjuangan NU terus berkait dengan
negara nasionalisme. Ini yang harus dipahami oleh kelompok-kelompok baru
ini seperti Hizbut Tahrir dan sebagainya itu.
Dengan demikian, bisa dijelaskan perbedaan antara NU dan HTI?
Ya. NU berdiri tahun 1926 dalam proses menuju pembentukan negara
Indonesia. Sedang Hizbut Tahrir (HT) berdiri ketika nation state di
tempat ia berdiri telah terbentuk, yaitu tahun 1953. Dari segi latar
belakang waktu yang berbeda ini, dipahami bahwa sejak awal NU memberi
saham besar terhadap pembentukan nation state yang kemudian menjadi
negara Indonesia merdeka.
Sedang HT berhadapan dengan negara
yang sudah terbentuk. Maka wajarlah, jika HT menganggap bahwa
nasionalisme itu sebagai jahiliyah. Karena mereka anggap menjadi
penghalang dari pembentukan internasionalisme Islam, apalagi
nasionalisme tersebut tidak memberlakukan syariat Islam dan lebih banyak
mengadopsi sistem hukum sekuler Barat.
NU menerima sistem
hukum penjajah dalam keadaan darurat. Karena negara tidak boleh kosong
dari hukum. Selanjutnya, NU berjuang agar hukum yang berlaku di negara
ini bisa menjadikan fikih sebagai salah satu sumber dari hukum nasional
kita. Dari situ, NU ikut ambil saham dalam penerapan UU Perkawinan dan
Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang saat ini berlaku di Indonesia. Tentu HT
belum punya saham dalam memperjuangkan hukum Islam di negara nasional
ini, sehingga tidak logis jika HT langsung menentang negara nasional ini
gara-gara tidak memberlakukan syariah Islam secara kaffah.
Jadi, perjuangan NU dalam menegakkan syariah baik sebagai etika sosial
maupun sebagai hukum formal tidak bisa diletakkan di luar NKRI. Karena
NKRI ini didapat dengan perjuangan para syuhada yang gugur pada
prakemerdekaan maupun pascakemerdekaan. Pendek kata, NU tidak bisa
terpisah dari negara
nasional ini.
Mestinya, suatu ormas dapat diakui legal di negara ini harus terdaftar di Depkum HAM. Apakah ini berlaku bagi HTI?
Nah itu masalahnya. Saya tidak tahu. Yang jelas, HTI dapat leluasa
melakukan kegiatan pascareformasi. Tapi jika dilihat dari semua kegiatan
yang dilakukan, tampaknya HTI belum mengantongi izin sebagai ormas.
Karena jika nanti dipelajari tujuan berdirinya ormas ini oleh
pemerintah, pasti ormas ini dilarang karena menentang konstitusi negara.
Hal seperti itu yang terjadi di Yordan, Syiria, Libanon, Malaysia, dan
lain-lain. Jadi, HT di semua negara itu menjadi organisasi bawah
tanah.Indikator ini tampaknya ada di Indonesia. Buktinya, tidak jelas
siapa Amirnya. Yang tampak itu Ismail Yusanto sebagai juru bicara. Atau
di Jawa Timur itu siapa Amirnya? Yang kelihatan dr Usman sebagai humas
atau jubirnya. Jabatan ketua DPD I, DPD II HTI, itu sebenarnya kamuflase
untuk mengelabui agar diakui sebagai ormas yang legal.Kalau tujuannya
menentang konstitusi negara, bagaimana mungkin bisa diakui? Tapi saya
tidak tahu. Barangkali sudah mengantongi izin. Ini yang perlu dijelaskan
oleh HTI dan pemerintah. Realitanya, sistem sel seperti yang terjadi di
Yordan, Mesir, Sudan, dan lain-lain juga berlaku di sini. Di sini
mestinya pemerintah cermat. Namun saya yakin, BIN sudah tahu masalah
ini, tapi sengaja dibiarkan. Semua yang saya jelaskan itu berdasarkan
sumber-sumber primer tulisan pendiri dan aktifis HT di Yordan,
Palestina, Syiria, Libanon dan Mesir. Di antaranya Al Daulah al
Islamiyah karya Taqiyuddin Nabhani, Kaifa Huddimat al Khilafah karya
Abdul Qodim Zallum, dan lain-lain yang semuanya ada di Perpustakaan
An-Nuur.
Harapan Anda pada HTI dan NU?
Antara NU dan
HTI itu memang ada perbedaan prinsip, tapi ada juga kesamaan. Keinginan
untuk melaksanakan ajaran Islam dalam semua aspek kehidupan itu sama
antara keduanya. Hanya perbedaannya, adalah bagaimana cara
merealisasikannya. NU lebih realistis, sedang HTI utopis. Lah, kapan
khalifah seperti yang dicita-citakan itu akan muncul? Wong prediksinya –
yang katanya 30 tahun dari berdirinya HTI, sistem khalifah akan
terbentuk di seluruh dunia Islam. Buktinya mana? Di Yordan saja masih
jauh, apalagi di Indonesia.
Karena itu, hal-hal yang sama
mestinya bergerak secara koordinatif. Obyek dakwah yang sudah menjadi
kaplingan NU, jangan diganggu. Apalagi itu jelas-jelas masjidnya NU,
lembaga pendidikan NU, dan lain-lain. NU sendiri mestinya mampu
merumuskan tujuan idealnya di negeri ini. Sekaligus merumuskan
langkah-langkah realistis untuk mencapai tujuan itu. Dalam hal ini, kita
bisa berguru pada HTI dengan empat marhalah perjuangan HT yang populer
itu. (takwin syakhsiyah islamiyah – pembentukan pribadi
islami,
taw’iyah – penyadaran keislaman, tatsqif (intelekktualisasi), dan
takwinud daulah – pembentukan negara khilafah atau populer juga dengan
istilah taslimul hukm – merebut kekuasaan). Ke depan, saya mengharap,
HTI berhenti dan tidak mengganggu obyek-obyek dakwah NU. Jika tidak, NU
akan melawan.
Kalau begitu, HT tidak boleh mempunyai aset?
Ya pasti. Karena di Indonesia baru berkembang dan legalitasnya masih
dipertanyakan. Mungkin karena faktor inilah aktifis-aktifis HT
memanfaatkan toleransi warga NU sehingga masjid-masjidnya banyak
dikuasai oleh HT. Remaja Masjid Surabaya, misalnya, sudah dikuasai
mereka.
_NU JOMBANG
Source:
https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=544412752289840&id=120416661356120